FOTO GADIS JEPANG YANG SEKSI



























BONUS NO. HP TANTE TANTE GIRANG 

0877.1708.4522

call aja gan bonus buat pengunjung di situs ini

CERITA DEWASA PASIENKU YANG HAUS SEKS




Aku menerima seorang pasien yang haus akan seks. Emang bener-bener gila tuh cewek. Ke dokter dianter sama suaminya, malah minta aq entot memeknya. Ya mumpung dapat memek gratis maka terjadilah pergulatan seru diantara kita berdua. mulai gaya doggy style sampe ke gaya sex sumo dan sex ninja sudah kami lakukan. Sudah masuk tahun ketiga aku buka praktek di sini semuanya berjalan biasa-biasa saja seperti layaknya praktek dokterr umum lainnya. Pasien bervariasi umur dan status sosialnya. Pada umumnya datang ke tempat praktekku dengan keluhan yang juga tak ada yang istimewa. Flu, radang tenggorokan, sakit perut, maag, gangguan pencernaan, dll.
Akupun tak ada masalah hubungan dengan para pasien. Umumnya mereka puas atas hasil diagnosisku, bahkan sebagian besar pasien merupakan pasien “langganan”, artinya mereka sudah berulang kali konsultasi kepadaku tentang kesehatannya. Dan, ketika Aku iseng memeriksa file-file pasien, Aku baru menyadari bahwa 70 % pasienku adalah ibu-ibu muda yang berumur antar 20 – 30 tahun. Entah kenapa Aku kurang tahu.

“Mungkin dokter ganteng dan baik hati” kata Nia, suster yang selama ini membantuku.

“Ah kamu . bisa aja”

“Bener Dok” timpal Tuti, yang bertugas mengurus administrasi praktekku.

Oh ya, sehari-hari aku dibantu oleh kedua wanita itu. Mereka semua sudah menikah. Aku juga sudah menikah dan punya satu anak lelaki umur 2 tahun. Umurku sekarang menjelang 30 tahun.

Aku juga berpegang teguh pada sumpah dan etika dokter dalam menangani para pasien. Penuh perhatian mendengarkan keluhan mereka, juga Aku tak “pelit waktu”. Mungkin faktor inilah yang membuat para ibu muda itu datang ke tempatku. Diantara mereka bahkan tidak mengeluhkan tentang penyakitnya saja, tapi juga perihal kehidupan rumah tangganya, hubungannya dengan suaminya. Aku menanggapinya secara profesional, tak ingin melibatkan secara pribadi, karena aku mencintai isteriku.

Semuanya berjalan seperti biasa, wajar, sampai suatu hari datang Ny. Syeni ke meja praktekku ..

Kuakui wanita muda ini memang cantik dan seksi. Berkulit kuning bersih, seperti pada umumnya wanita keturunan Tiong-hwa, parasnya mirip bintang film Hongkong yang aku lupa namanya, langsing, lumayan tinggi, dan …. inilah yang mencolok : dadanya begitu menonjol ke depan, membulat tegak, apalagi sore ini dia mengenakan blouse bahan kaos yang ketat bergaris horsontal kecil2 warna krem, yang makin mempertegas keindahan bentuk sepasang payudaranya. Dipadu dengan rok mini warna coklat tua, yang membuat sepasang kakinya mulusnya makin “bersinar”.

Dari kartu pasien tertera Syeni namanya, 28 tahun umurnya.

“Kenapa Bu .” sapaku.

“Ini Dok . sesak bernafas, hidung mampet, trus perut saya mules”

“Kalau menelan sesuatu sakit engga Bu “

“Benar dok”

“Badannya panas ?”

Telapak tangannya ditempelkan ke dagunya.

“Agak anget kayanya”

Kayanya radang tenggorokan.

“Trus mulesnya . kebelakang terus engga”

“Iya Dok”

“Udah berapa kali dari pagi”

“Hmmm . dua kali”

“Ibu ingat makan apa saja kemarin ?”

“Mmm rasanya engga ada yang istimewa . makan biasa aja di rumah”

“Buah2 an ?”

“Oh ya . kemarin saya makan mangga, 2 buah”

“Coba ibu baring disitu, saya perika dulu”

Sekilas paha putih mulusnya tersingkap ketika ibu muda ini menaikkan kakinya ke dipan yang memang agak tinggi itu.

Seperti biasa, Aku akan memeriksa pernafasannya dulu. Aku sempat bingung. Bukan karena dadanya yang tetap menonjol walaupun dia berbaring, tapi seharusnya dia memakai baju yang ada kancing ditengahnya, biar aku gampang memeriksa. Kaos yang dipakainya tak berkancing.

Stetoskopku udah kupasang ke kuping

Ny. Syeni rupanya tahu kebingunganku. Dia tak kalah bingungnya.

“Hmmm gimana Bu”

“Eh .. Hmmm .. Gini aja ya Dok” katanya sambil agak ragu melepas ujung kaos yang tertutup roknya, dan menyingkap kaosnya tinggi-tinggi sampai diatas puncak bukit kembarnya. Kontan saja perutnya yang mulus dan cup Bhnya tampak.

Oohh . bukan main indahnya tubuh ibu muda ini. Perutnya yang putih mulus rata, dihiasi pusar di tengahnya dan BH cream itu nampak ketat menempel pada buah dadanya yang ampuun .. Putihnya . dan menjulang.

Sejenal aku menenangkan diri. Aku sudah biasa sebenarnya melihat dada wanita. Tapi kali ini, cara Ibu itu membuka kaos tidak biasa. Bukan dari atas, tapi dari bawah. Aku tetap bersikap profesional dan memang tak ada sedikitpun niatan untuk berbuat lebih.

Kalau wanita dalam posisi berbaring, jelas dadanya akan tampak lebih rata. Tapi dada nyonya muda ini lain, belahannya tetap terbentuk, bagai lembah sungai di antara 2 bukit.

“Maaf Bu ya ..” kataku sambil menyingkap lagi kaosnya lebih keatas. Tak ada maksud apa-apa. Agar aku lebih leluasa memeriksa daerah dadanya.

“Engga apa-apa Dok” kata ibu itu sambil membantuku menahan kaosnya di bawah leher.

Karena kondisi daerah dadanya yang menggelembung itu dengan sendirinya stetoskop itu “harus” menempel-nempel juga ke lereng-lereng bukitnya.

“Ambil nafas Bu.”

Walaupun tanganku tak menyentuh langsung, melalui stetoskop aku dapat merasakan betapa kenyal dan padatnya payudara indah ini.

Jelas, banyak lendir di saluran pernafasannya. Ibu ini menderita radang tenggorokan.

“Maaf Bu ya ..” kataku sambil mulai memencet-mencet dan mengetok perutnya. Prosedur standar mendiagnosis keluhan perut mulas.

Jelas, selain mulus dan halus, perut itu kenyal dan padat juga. Kalau yang ini tanganku merasakannya langsung.

Jelas juga, gejalanya khas disentri. Penyakit yang memang sedang musim bersamaan tibanya musim buah.

“Cukup Bu .”

Syeni bangkit dan menurunkan kakinya.

“Sakit apa saya Dok” tanyanya. Pertanyaan yang biasa. Yang tidak biasa adalah Syeni masih membiarkan kaosnya tersingkap. Belahan dadanya makin tegas dengan posisnya yang duduk. Ada hal lain yang juga tak biasa. Rok mini coklatnya makin tersingkap menampakkan sepasang paha mulus putihnya, karena kakinya menjulur ke bawah menggapai-gapai sepatunya. Sungguh pemandangan yang amat indah .

“Radang tenggorokan dan disentri”

“Disentri ?” katanya sambil perlahan mulai menurunkan kaosnya.

“Benar, bu. Engga apa-apa kok. Nanti saya kasih obat” walaupun dada dan perutnya sudah tertutup, bentuk badan yang tertutup kaos ketat itu tetap sedap dipandang.


“Karena apa Dok disentri itu ?” Sepasang pahanya masih terbuka. Ah ! Kenapa aku jadi nakal begini ? Sungguh mati, baru kali ini aku “menghayati” bentuk tubuh pasienku. Apa karena pasien ini memang luar biasa indahnya ? Atau karena cara membuka pakaian yang berbeda ?

“Bisa dari bakteri yang ada di mangga yang Ibu makan kemarin” Syeni sudah turun dari pembaringan. Tinggal lutut dan kaki mulusnya yang masih “tersisa”


Oo .. ada lagi yang bisa dinikmati, goyangan pinggulnya sewaktu dia berjalan kembali ke tempat duduk. Aku baru menyadari bahwa nyonya muda ini juga pemilik sepasang bulatan pantat yang indah. Hah ! Aku makin kurang ajar. Ah engga.. Aku tak berbuat apapun. Cuma tak melewatkan pemandangan indah. Masih wajar.

Aku memberikan resep.

“Sebetulnya ada lagi Dok”

“Apa Bu, kok engga sekalian tadi” Aku sudah siap berkemas. Ini pasien terakhir.

“Maaf Dok .. Saya khawatir .. Emmm ..” Diam.

“Khawatir apa Bu “

“Tante saya kan pernah kena kangker payudara, saya khawatir .”

“Setahu saya . itu bukan penyakit keturunan” kataku memotong, udah siap2 mau pulang.

“Benar Dok”

“Ibu merasakan keluhan apa ?”

“Kalau saya ambil nafas panjang, terasa ada yang sakit di dada kanan”

“Oh . itu gangguan pernafasan karena radang itu. Ibu rasakan ada suatu benjolan engga di payudara” Tanpa disadarinya Ibu ini memegang buah dada kanannya yang benar2 montok itu.

“Saya engga tahu Dok”

“Bisa Ibu periksa sendiri. Sarari. Periksa payudara sendiri” kataku.

“Tapi saya kan engga yakin, benjolan yang kaya apa ..”

Apakah ini berarti aku harus memeriksa payudaranya ? Ah engga, bisa-bisa aku dituduh pelecehan seksual. Aku serba salah.

“Begini aja Bu, Ibu saya tunjukin cara memeriksanya, nanti bisa ibu periksa sendiri di rumah, dan laporkan hasilnya pada saya”

Aku memeragakan cara memeriksa kemungkinan ada benjolan di payudara, dengan mengambil boneka manequin sebagai model.

“Baik dok, saya akan periksa sendiri”

“Nanti kalau obatnya habis dan masih ada keluhan, ibu bisa balik lagi”

“Terima kasih Dok”

“Sama-sama Bu, selamat sore”

Wanita muda cantik dan seksi itu berlalu.

Lima hari kemudian, Ny Syeni nongol lagi di tempat praktekku, juga sebagai pasien terakhir. Kali ini ia mengenakan blouse berkancing yang juga ketat, yang juga menonjolkan buah kembarnya yang memang sempurna bentuknya, bukan kaos ketat seperti kunjungan lalu. Masih dengan rok mininya.

“Gimana Bu . udah baikan”

“Udah Dok. Kalo nelen udah engga sakit lagi”

“Perutnya ?”

“Udah enak”

“Syukurlah … Trus, apa lagi yang sakit ?”

“Itu Dok .. Hhmmm .. Kekhawatiran saya itu Dok”

“Udah diperiksa belum ..?”

“Udah sih . cuman …” Dia tak meneruskan kalimatnya.

“Cuman apa .”

“Saya engga yakin apa itu benjolan atau bukan ..”

“Memang terasa ada, gitu “

“Kayanya ada kecil . tapi ya itu . saya engga yakin”

Mendadak aku berdebar-debar. Apa benar dia minta aku yang memeriksa . ? Ah, jangan ge-er kamu.

“Maaf Dok .. Apa bisa …. Saya ingin yakin” katanya lagi setelah beberapa saat aku berdiam diri.

“Maksud Ibu, ingin saya yang periksa” kataku tiba2, seperti di luar kontrol.

“Eh .. Iya Dok” katanya sambil senyum tipis malu2. Wajahnya merona. Senyuman manis itu makin mengingatkan kepada bintang film Hongkong yang aku masih juga tak ingat namanya.

“Baiklah, kalau Ibu yang minta” Aku makin deg-degan. Ini namanya rejeki nomplok. Sebentar lagi aku akan merabai buah dada nyonya muda ini yang bulat, padat, putih dan mulus !

Oh ya . Lin Chin Shia nama bintang film itu, kalau engga salah eja.

Tanpa disuruh Syeni langsung menuju tempat periksa, duduk, mengangkat kakinya, dan langsung berbaring. Berdegup jantungku, sewaktu dia mengangkat kakinya ke pembaringan, sekilas CD-nya terlihat, hitam juga warnanya. Ah . paha itu lagi . makin membuatku nervous. Ah lagi, penisku bangun ! baru kali ini aku terangsang oleh pasien.

“Silakan dibuka kancingnya Bu”

Syeni membuka kancing bajunya, seluruh kancing ! Kembali aku menikmati pemandangan seperti yang lalu, perut dan dadanya yang tertutup BH. Kali ini warnanya hitam, sungguh kontras dengan warna kulitnya yang bak pualam.

“Dada kanan Bu ya .”

“Benar Dok”

Sambil sekuatnya menahan diri, aku menurunkan tali BH-nya. Tak urung jari2ku gemetaran juga. Gimana tidak. Membuka BH wanita cantik, seperti memulai proses fore-play saja ..

“Maaf ya Bu .” kataku sambil mulai mengurut. Tanpa membuka cup-nya, aku hanya menyelipkan kedua telapak tanganku. Wow ! bukan main padatnya buah dada wanita ini.

Mengurut pinggir-pinggir bulatan buah itu dengan gerakan berputar.

“Yang mana Bu benjolan itu ?”

“Eehh . di dekat putting Dok . sebelah kanannya .”

Aku menggeser cup Bhnya lebih kebawah. Kini lebih banyak bagian buah dada itu yang tampak. Makin membuatku gemetaran. Entah dia merasakan getaran jari-jariku atau engga.

“Dibuka aja ya Dok” katanya tiba2 sambil tangannya langsung ke punggung membuka kaitan Bhnya tanpa menunggu persetujuanku. Oohhh . jangan dong . Aku jadi tersiksa lho Bu, kataku dalam hati. Tapi engga apa-apa lah ..

Cup-nya mengendor. Daging bulat itu seolah terbebas. Dan .. syeni memelorotkan sendiri cup-nya …

Kini bulatan itu nampak dengan utuh. Oh indahnya … benar2 bundar bulat, putih mulus halus, dan yang membuatku tersengal, putting kecilnya berwarna pink, merah jambu !

Kuteruskan urutan dan pencetanku pada daging bulat yang menggiurkan ini. Jelas saja, sengaja atau tidak, beberapa kali jariku menyentuh putting merah jambunya itu ..

Dan .. Putting itu membesar. Walaupun kecil tapi menunjuk ke atas ! Wajar saja. Wanita kalau disentuh buah dadanya akan menegang putingnya. Wajar juga kalau nafas Syeni sedikit memburu. Yang tak wajar adalah, Syeni memejamkan mata seolah sedang dirangsang !

Memang ada sedikit benjolan di situ, tapi ini sih bukan tanda2 kangker.

“Yang mana Bu ya .” Kini aku yang kurang ajar. Pura-pura belum menemukan agar bisa terus meremasi buah dada indah ini. Penisku benar2 tegang sekarang.

“Itu Dok . coba ke kiri lagi .. Ya .itu .” katanya sambil tersengal-sengal. Jelas sekali, disengaja atau tidak, Syeni telah terrangsang .

“Oh . ini ..bukan Bu . engga apa-apa”

“Syukurlah”

“Engga apa-apa kok” kataku masih terus meremasi, mustinya sudah berhenti. Bahkan dengan nakalnya telapak tangnku mengusapi putingnya, keras ! Tapi Syeni membiarkan kenakalanku. Bahkan dia merintih, amat pelan, sambil merem ! Untung aku cepat sadar. Kulepaskan buah dadanya dari tanganku. Matanya mendadak terbuka, sekilas ada sinar kekecewaan.


‘Cukup Bu” kataku sambil mengembalikan cup ke tempatnya. Tapi …

“Sekalian Dok, diperiksa yang kiri .” Katanya sambil menggeser BH nya ke bawah. hah ? Kini sepasang buah sintal itu terbuka seluruhnya. Pemandangan yang merangsang .. Putting kirinyapun sudah tegang . Sejenak aku bimbang, kuteruskan, atau tidak. Kalau kuteruskan, ada kemungkinan aku tak bisa menahan diri lagi, keterusan dan ,,,, melanggar sumpah dokter yang selama ini kujunjung tinggi. Kalau tidak kuteruskan, berarti aku menolak keinginan pasien, dan terus terang rugi juga dong . aku kan pria tulen yang normal. Dalam kebimbangan ini tentu saja aku memelototi terus sepasang buah indah ciptaan Tuhan ini.

“Kenapa Dok ?” Pertanyaan yang mengagetkan.

“Ah .. engga apa-apa … cuman kagum” Ah ! Kata-kataku meluncur begitu saja tak terkontrol. Mulai nakal kamu ya, kataku dalam hati.

“Kagum apa Dok” Ini jelas pertanyaan yang rada nakal juga. Sudah jelas kok ditanyakan.

“Indah .” Lagi-lagi aku lepas kontrol

“Ah . dokter bisa aja .. Indah apanya Dok” Lagi-lagi pertanyaan yang tak perlu.

“Apalagi .”

“Engga kok . biasa-biasa aja” Ah mata sipit itu .. Mata yang mengundang !

“Maaf Bu ya .” kataku kemudian mengalihkan pembicaraan dan menghindari sorotan matanya.

Kuremasi dada kirinya dengan kedua belah tangan, sesuai prosedur.

Erangannya tambah keras dan sering, matanya merem-melek. Wah . ini sih engga beres nih. Dan makin engga beres, Syeni menuntun tangan kiriku untuk pindah ke dada kanannya, dan tangannya ikut meremas mengikuti gerakan tanganku .. Jelas ini bukan gerakan Sarari, tapi gerakan merangsang seksual . herannya aku nurut saja, bahkan menikmati.

Ketika rintihan Syeni makin tak terkendali, aku khawatir kalau kedua suster itu curiga. Kalaupun suster itu masuk ruangan, masih aman, karena dipan-periksa ini ditutup dengan korden. Dan . benar juga, kudengar ada orang memasuki ruang praktek. Aku langsung memberi isyarat untuk diam. Syeni kontan membisu. Lalu aku bersandiwara.

“Ambil nafas Bu ” seolah sedang memeriksa. Terdengar orang itu keluar lagi.

Tak bisa diteruskan nih, reputasiku yang baik selama ini bisa hancur.

“Udah Bu ya . tak ada tanda-tanda kangker kok”

“Dok ..” Katanya serak sambil menarik tanganku, mata terpejam dan mulut setengah terbuka. Kedua bulatan itu bergerak naik-turun mengikuti alunan nafasnya. Aku mengerti permintaanya. Aku sudah terangsang. Tapi masa aku melayani permintaan aneh pasienku? Di ruang periksa?

Gila !

Entah bagaimana prosesnya, tahu-tahu bibir kami sudah beradu. Kami berciuman hebat. Bibirnya manis rasanya .

Aku sadar kembali. Melepas.

“Dok .. Please . ayolah .” Tangannya meremas celana tepat di penisku

“Ih kerasnya ..”

“Engga bisa dong Bu ..’

“Dokter udah siap gitu .”

“Iya .. memang .. Tapi masa .”

“Please dokter .. Cumbulah saya .”

Aku bukannya tak mau, kalau udah tinggi begini, siapa sih yang menolak bersetubuh dengan wanita molek begini ?

“Nanti aja . tunggu mereka pulang” Akhirnya aku larut juga .

“Saya udah engga tahan .”

“Sebentar lagi kok. Ayo, rapiin bajunya dulu. Ibu pura-pura pulang, nanti setelah mereka pergi, Ibu bisa ke sini lagi” Akhirnya aku yang engga tahan dan memberi jalan.

“Okey ..okey . Bener ya Dok”

“Bener Bu”

“Kok Ibu sih manggilnya, Syeni aja dong”

“Ya Syeni” kataku sambil mengecup pipinya.

“Ehhhhfff”

Begitu Syeni keluar ruangan, Nia masuk.

“habis Dok”

Dia langsung berberes. Rapi kembali.

“Dokter belum mau pulang ?”

“Belum. Silakan duluan”

“Baiklah, kita duluan ya”

Aku amati mereka berdua keluar, sampai hilang di kegelapan. Aku mencari-cari wanita molek itu. Sebuah baby-bens meluncur masuk, lalu parkir. Si tubuh indah itu nongol. Aku memberi kode dengan mengedipkan mata, lalu masuk ke ruang periksa, menunggu.

Syeni masuk.

“Kunci pintunya” perintahku.

Sampai di ruang periksa Syeni langsung memelukku, erat sekali.

“Dok …”

“Ya .Syeni .”

Tak perlu kata-kata lagi, bibir kami langsung berpagutan. Lidah yang lincah dan ahli menelusuri rongga-ronga mulutku. Ah wanita ini .. Benar-benar ..ehm ..

Sambil masih berpelukan, Syeni menggeser tubuhnya menuju ke pembaringan pasien, menyandarkan pinggangnya pada tepian dipan, mata sipitnya tajam menatapku, menantang. Gile bener ..

Aku tak tahan lagi, persetan dengan sumpah, kode etik dll. Dihadapanku berdiri wanita muda cantik dan sexy, dengan gaya menantang.

Kubuka kancing bajunya satu-persatu sampai seluruhnya terlepas. Tampaklah kedua gumpalan daging kenyal putih yang seakan sesak tertutup BH hitam yang tadi aku urut dan remas-remas. Kali ini gumpalan itu tampak lebih menonjol, karena posisinya tegak, tak berbaring seperti waktu aku meremasnya tadi. Benar2 mendebarkan ..

Syeni membuka blousenya sendiri hingga jatuh ke lantai. Lalu tangannya ke belakang melepas kaitan Bhnya di punggung. Di saat tangannya ke belakang ini, buah dadanya tampak makin menonjol. Aku tak tahan lagi …

Kurenggut BH hitam itu dan kubuang ke lantai, dan sepasang buah dada Syeni yang bulat, menonjol, kenyal, putih, bersih tampak seluruhnya di hadapanku. Sepasang putingnya telah mengeras. Tak ada yang bisa kuperbuat selain menyerbu sepasang buah indah itu dengan mulutku.

“Ooohhh .. Maaassss ..” Syeni merintih keenakan, sekarang ia memanggilku Mas !

Aku engga tahu daging apa namanya, buah dada bulat begini kok kenyal banget, agak susah aku menggigitnya. Putingnya juga istimewa. Selain merah jambu warnanya, juga kecil, “menunjuk”, dan keras. Tampaknya, belum seorang bayipun menyentuhnya. Sjeni memang ibu muda yang belum punya anak.

“Maaaasss .. Sedaaaap ..” Rintihnya ketika aku menjilati dan mengulumi putting dadanya.

Syeni mengubah posisi bersandarnya bergeser makin ke tengah dipan dan aku mengikuti gerakannya agar mulutku tak kehilangan putting yang menggairahkan ini. Lalu, perlahan dia merebahkan tubuhnya sambil memelukku. Akupun ikut rebah dan menindih tubuhnya. Kulanjutkan meng-eksplorasi buah dada indah ini dengan mulutku, bergantian kanan dan kiri.

Tangannya yang tadi meremasi punggungku, tiba2 sekarang bergerak menolak punggungku.

“Lepas dulu dong bajunya . Mas .” kata Syeni

Aku turun dari pembaringan, langsung mencopoti pakaianku, seluruhnya. Tapi sewaktu aku mau melepas CD-ku, Syeni mencegahnya. Sambil masih duduk, tangannya mengelus-elus kepala penisku yang nongol keluar dari Cdku, membuatku makin tegang aja .. Lalu, dengan perlahan dia menurunkan CD-ku hingga lepas. Aku telah telanjang bulat dengan senjata tegak siap, di depan pasienku, nyonya muda yang cantik, sexy dan telanjang dada.

“Wow .. Bukan main ..” Katanya sambil menatap penisku.


Wah . tak adil nih, aku sudah bugil sedangkan dia masih dengan rok mininya. Kembali aku naik ke pembaringan, merebahkan tubuhnya, dan mulai melepas kaitan dan rits rok pendeknya. Perlahan pula aku menurunkan rok pendeknya. Dan …. Gila !

Waktu menarik roknya ke bawah, aku mengharapkan akan menjumpai CD hitam yang tadi sebelum memeriksa dadanya, sempat kulihat sekejap. Yang “tersaji” sekarang dihadapanku bukan CD hitam itu, meskipun sama-sama warna hitam, melainkan bulu-bulu halus tipis yang tumbuh di permukaan kewanitaan Syeni, tak merata. Bulu-bulu itu tumbuh tak begitu banyak, tapi alurnya jelas dari bagian tengah kewanitaannya ke arah pinggir. Aku makin “pusing” …

Kemana CD-nya ? Oh .. Dia udah siap menyambutku rupanya. Dan Syeni kulihat senyum tipis.

“Ada di mobil” katanya menjawab kebingunganku mencari CD hitam itu.

“Kapan melepasnya ?”

“Tadi, sebelum turun .”

Kupelorotkan roknya sampai benar2 lepas .. kini tubuh ibu muda yang putih itu seluruhnya terbuka. Ternyata di bawah rambur kelaminnya, tampak sebagian clit-nya yang berwarna merah jambu juga ! Bukan main. Dan ternyata, pahanya lebih indah kalau tampak seluruhnya begini. Putih bersih dan bulat.

Syeni lalu membuka kakinya. Clitnya makin jelas, benar, merah jambu. Aku langsung menempatkan pinggulku di antara pahanya yang membuka, merebahkan tubuhku menindihnya, dan kami berciuman lagi. Tak lama kami berpagutan, karena ..

“Maass .. Masukin Mas .. Syeni udah engga tahan lagi ..” Wah . dia maunya langsung aja. Udah ngebet benar dia rupanya. Aku bangkit. Membuka pahanya lebih lebar lagi, menempatkan kepala penisku pada clitnya yang memerah, dan mulai menekan.

“Uuuuuhhhhhh .. Sedaaaapppp ..” Rintihnya. Padahal baru kepala penisku aja yang masuk.

Aku menekan lagi.

“Ouufff .. Pelan-pelan dong Mas ..”

“Sorry …” Aku kayanya terburu-buru. Atau vagina Syeni memang sempit.

Aku coba lebih bersabar, menusuk pelan-pelan, tapi pasti … Sampai penisku tenggelam seluruhnya. Benar, vaginanya memang sempit. Gesekannya amat terasa di batang penisku. Ohh nikmatnya ..


Sprei di pembaringan buat pasien itu jadi acak2an. Dipannya berderit setiap aku melakukan gerakan menusuk.

Sadarkah kau?

Siapa yang kamu setubuhi ini?

Pasienmu dan isteri orang!

Mestinya kamu tak boleh melakukan ini.

Habis, dia sendiri yang meminta. Masa minta diperiksa buah dadanya, salah siapa dia punya buah dada yang indah ? Siapa yang minta aku merabai dan memijiti buah dadanya? Siapa yang meminta remasannya dilanjutkan walaupun aku sudah bilang tak ada benjolan ? Okey, deh. Dia semua yang meminta itu. Tapi kamu kan bisa menolaknya? Kenapa memenuhi semua permintaan yang tak wajar itu? Lagipula, kamu yang minta dia supaya datang lagi setelah para pegawaimu pulang . Okey deh, aku yang minta dia datang lagi. Tapi kan siapa yang tahan melihat wanita muda molek ini telanjang di depan kita dan minta disetubuhi?

Begitulah, aku berdialog dengan diriku sendiri, sambil terus menggenjot memompa di atas tubuh telanjangnya … sampai saatnya tiba. Saatnya mempercepat pompaan. Saatnya puncak hubungan seks hampir tiba. Dan tentu saja saatnya mencabut penis untuk dikeluarkan di perutnya, menjaga hal-hal yang lebih buruk lagi.

Tapi kaki Syeni menjepitku, menahan aku mencabut penisku.

Karena memang aku tak mampu menahan lagi .. Creetttttttt………..Kesempr otkan kuat-kuat air maniku ke dalam tubuhnya, ke dalam vagina Syeni, sambil mengejang dan mendenyut ….

Lalu aku rebah lemas di atas tubuhnya.

Tubuh yang amat basah oleh keringatnya, dan keringatku juga. …

Oh .. Baru kali ini aku menyetubuhi pasienku.

Pasien yang memiliki vagina yang “legit” ..

Aku masih lemas menindihnya ketika handphone Syeni yang disimpan di tasnya berbunyi. Wajah Syeni mendadak memucat. Dengan agak gugup memintaku untuk mencabut, lalu meraih Hpnya sambil memberi kode supaya aku diam. Memegang HP berdiri agak menjauh membelakangiku, masih bugil, dan bicara agak berbisik. Aku tak bisa jelas mendengar percakapannya. Lucu juga tampaknya, orang menelepon sambil telanjang bulat ! Kuperhatikan tubuhnya dari belakang. Memang bentuk tubuh yang ideal, bentuk tubuh mirip gitar spanyol.

“Siapa Syen” tanyaku.

“Koko, Suamiku” Oh .. Mendadak aku merasa bersalah.

“Curiga ya dia”

“Ah .engga .” katanya sambil menghambur ke tubuhku.

“Syeni bilang, masih belum dapat giliran, nunggu 2 orang lagi” lanjutnya.

“Suamimu tahu kamu ke sini”

“Iya dong, memang Syeni mau ke dokter” Tiba2 dia memelukku erat2.

“Terima kasih ya Mas … nikmat sekali .. Syeni puas”

“Ah masa .. “

“Iya bener .. Mas hebat mainnya .”

“Ah . engga usah basa basi”

“Bener Mas .. Malah Syeni mau lagi .”

“Ah .udahlah, kita berberes, tuh ditunggu ama suamimu”

“Lain kali Syeni mau lagi ya Mas”

“Gimana nanti aja .. Entar jadi lagi”

“Jangan khawatir, Syeni pakai IUD kok” Inilah jawaban yang kuinginkan.

“Oh ya ..?”

“Si Koko belum pengin punya anak”

Kami berberes. Syeni memungut BH dan blouse-nya yang tergeletak di lantai, terus mengenakan blousenya, bukan BH-nya dulu. Ternyata BH-nya dimasukkan ke tas tangan.

“Kok BH-nya engga dipakai ?”

“Entar aja deh di rumah”

“Entar curiga lho, suamimu”

“Ah, dia pulangnya malem kok, tadi nelepon dari kantor”

Dia mengancing blousenya satu-persatu, baru memungut roknya. Sexy banget wanita muda yang baru saja aku setubuhi ini. Blose ketatnya membentuk sepasang bulatan dada yang tanpa BH. Bauh dada itu berguncang ketika dia mengenakan rok mini-nya. Aku terrangsang lagi … Cara Syeni mengenakan rok sambil sedikit bergoyang sexy sekali. Apalagi aku tahu di balik blouse itu tak ada penghalang lagi.

“Kok ngliatin aja, pakai dong bajunya”

“Habis . kamu sexy banget sih …”

“Ah .. masa .. Kok bajunya belum dipakai ?”

“Entar ajalah . mau mandi dulu .”

Selesai berpakaian, Syeni memelukku yang masih bugil erat2 sampai bungkahan daging dadanya terasa terjepit di dadaku.

“Syeni pulang dulu ya Yang . kapan-kapan Syeni mau lagi ya .”

“Iya .. deh . siapa yang bisa menolak..” Tapi, kenapa nih .. Penisku kok bangun lagi.

“Eh .. Bangun lagi ya ..” Syeni ternyata menyadarinya.

Aku tak menjawab, hanya balas memeluknya.

“Mas mau lagi .?”

“Ah . kamu kan ditunggu suami kamu”

“Masih ada waktu kok …” katanya mulai menciumi wajahku.

“Udah malam Syen, lain waktu aja”

Syani tak menjawab, malah meremasi penisku yang udah tegang. Lalu dituntunnya aku menuju meja kerjaku. Disingkirkannya benda2 yang ada di meja, lalu aku didudukkan di meja, mendorongku hingga punggungku rebah di meja. Lalu Syeni naik ke atas meja, melangkahi tubuhku, menyingkap rok mininya, memegang penisku dan diarahkan ke liang vaginanya, terus Syeni menekan ke bawah duduk di tubuhku. ..

Penisku langsung menerobos vaginanya ..

Syeni bergoyang bagai naik kuda .

Sekali lagi kami bersetubuh .

Kali ini Syeni mampu menccapai klimaks, beberapa detik sebelum aku menyemprotkan vaginanya dengan air maniku …

Lalu dia rebah menindih tubuhku .. Lemas lunglai.

“Kapan-kapan ke rumahku ya … kita main di sana ..” Katanya sebelum pergi.

“Ngaco . suamimu .?”

“Kalo dia sedang engga ada dong ..”

Baiklah, kutunggu undanganmu.

Sejak “peristiwa Syeni” itu, aku jadi makin menikmati pekerjaanku. Menjelajahi dada wanita dengan stetoskop membuatku jadi “syur”, padahal sebelum itu, merupakan pekerjaan yang membosankan. Apalagi ibu-ibu muda yang menjadi pasienku makin banyak saja dan banyak di antaranya yang sexy . …

CERITA DEWASA MBAK RANI YANG MONTOK




Namaku Agus, 28 tahun, kisah ini terjadi 3 tahun lalu ketika aku memulai karir baru sebagai auditor di PTPN IV di kawasan perkebunan Teh di Jawa Barat.

Aku tinggal seorang diri di rumah dinas mungil dan asri semi permanen di sekitar kebun. Untuk keperluan bersih2 rumah dan mencuci pakaian aku mempekerjakan seorang pembantu harian, mbak Juminten.

Wanita ini berumur 44 tahun, hitam manis, tinggi skitar 160 dan tubuhnya sedikit gempal. Mbak Juminten asli Solo, dia menikah dan ikut suami yg bekerja di perkebunan ini. 5 tahun yg lalu suaminya wafat dan meninggalkan seorang balita perempuan berumur 5 tahun. Mbak Juminten mengontrak rumah kecil di desa sekitar perkebunan bersama ibu mertuanya yg sdh tua.

5 bulan mbak Juminten melayani keperluanku dgn baik, meski agak pendiam dan memang kami jarang bertemu kecuali di akhir pekan. Gaji yg aku berikan sebenarnya diatas pasaran, ttp mungkin karena besarnya kebutuhan beliau sesekali meminjam uang dariku. Belakangan mbak Juminten meminjam uang lebih besar dari biasanya, setelah aku tanya dgn detail akhirnya dia mengakui telah terjebak rentenir akibat kebiasanya membeli togel dan arisan.

Tidak mengerankan, hanya beberapa bulan berlalu mbak Juminten telah meminjam uangku lebih dari 2 jt, dan pada usahanya meminjam terakhir aku menolaknya dengan halus.


Pagi itu dia sangat bingung dan panik, dengan meneteskan air mata beliau mencoba terus memohon utk memberinya pinjaman sekitar 1,5 jt utk menutupi tuntutan hutang dari bandar judi togel di desa.
Aku kembali menolak dengan tegas, dan mbak juminten terus terisak.

Aku memperhatikan wanita paruh baya ini dgn seksama, wajahnya seperti kbanyakan wanita jawa pada umumnya,tdk cantik tp aku akui masih terlihat lebih muda dari umurnya. Dan sebenarnya selama ini juga aku sesekali melirik tubuh bawahnya yg msh kencang dan bahenol walau pikiran kotorku tdk melangkah lebih jauh.

Semalam, aku dan beberapa temanku sempat iseng nonton film blue sambil makan sate kambing dari warung makan Pak Kirun di ujung desa dan minum beberapa botol anker bir.
Pagi itu terasa akumulasinya. Kesadaranku belum begitu pulih.

Aku mencoba menepis pikiran itu, bagaimanapun itu bukan diriku yang sebenarnya. Mbak Juminten juga jauh dari tipe wanita yg aku inginkan. Terlebih aku takut dengan akibat yg bisa saja terjadi. Bagaimana kalau dikemudian hari kenekatanku akan berbalik menjadi bencana utk diriku dan karir.

Pikiranku masih silih berganti antara pertimbangan kotor dan waras. Mbak Juminten masih duduk bersimpuh di depanku sambil melelehkan air mata. Ruangan menjadi sunyi. Well, aku tidak mungkin tega menolak permohonanya, tapi setidaknya dia harus belajar utk berfikir panjang.
"Jangan duduk di lantai mbak, dikursi aja, saya jadi gak enak" aku memulai bicara.
"Nggih Den.."

Dia bangkit untuk berdiri,bagian bawah pada daster lusuh itu sedikit tersingkap ketika dia berdiri, ada bagian yg tidak sengaja menyangkut pada tonjolan kepala peniti pada kancing terbawahnya,sebagian pahanya yang besar dan lututnya terkuak
dihadapanku beberapa detik. Buru2 dia menariknya kebawah begitu tersadar. Pikiranku kembali kacau.

"Hmm...bingung saya mbak.."Jawabku, kepalaku masih terasa pusing hasil minum2 semalam, aku menekan sisi kiri kepalaku.
"Kenapa den, pusing?" Tanya mbak Juminten.
"Iyah, semalem begadang sm temen2.." Jawabku.
"Mbak ambilin aer putih sebentar.."Serunya sambil segera berlalu ke dapur.

Sekelebat aku masih sempat melihatnya melangkah pelan, setan makin kuat mempermainkan pikiranku. Bongkahan pantat itu bergoyang2 dibalik daster, mungkin pakaian dalamnya sdh sempit, dan bayangan tentang pahanya yg td sempat terlihat itu makin menggangguku.
 

"Makasih mbak" ujarku ketika menerima segelas air putih dan meminumnya perlahan.

Mbak Juminten masih berdiri di depanku, menungguku selesai minum. Aku menyumpahinya dalam hati, melihat tubuhnya lebih dekat seperti itu pikiranku makin terpuruk.
"Duduk aja mbak, santai aja, kita bicarain dengan tenang " ujarku.
"Iya den.." Jawabnya pelan.
"Gak kebanyakan mbak mo minjem segitu?, terus terang saya keberatan, kayaknya yg kemaren2 sudah cukup.." Ujarku memulai kembali pembicaraan.
"Sebenernya utangnya sejuta tuju ratus den, tapi mbak nambain pake simpenan dirumah, tolong banget den, mbak sebenernya malu banget tp kepaksa.."Jawabnya dengan suara lirih.

"Waduh.."Jawabku terputus.
Aku kembali terdiam, kepalaku masih terasa pusing. Aku menatap pemandangan luar dari jendela. Sebenarnya tidak jadi soal utk soal jumlah uangnya, cuma sisi gelapku masih mencoba meyakinkanku utk mengambil kesempatan.

Mbak Juminten menatap ke lantai, pikiranya masih kalut. Dia menanti jawabanku dengan putus asa. Aku akhirnya menyerah, biarlah, ini utk terakhir aku membantunya, dan berharap dia segera pulang agar sesuatu yg terburuk tidak terjadi pagi ini.
"Okay mbak, sebenarnya ini berat buat saya.." Ujarku.
"Mbak rela ngelakuin apa aja den supaya den percaya mbak mau balikin uangnya.."Sergahnya.

"Apa aja.." Waduh, kata2 itu sangat menggelitik benakku. Perempuan bodoh, seruku dalam hati.
"Ngelakuin apa aja maksudnya apa nih mbak.."Tanyaku sambil tersenyum.
"Apa aja yg den agus minta mbak kerjain .."Jawabnya lugu.
"Selain urusan rumah memang apa lagi yg bisa mbak kasih ke saya?" Kalimatku mulai menjebak.
"Hehe..apa aja den.." Jawabnya sambil tersipu.
"Mbak..mbak..hati2 klo ngomong.."Aku menghela nafas menahan gejolak batin.
"Maksudnya apa den.."Tanyanya heran.
"Saya ini laki2 mbak, nanti kalo saya minta macem2 gimana.."Lanjutku mulai berani.
"Mbak gak paham den.." Wajahnya masih bingung.
"Yaa gak usah bingung, katanya mau ngelakuin apa aja.."Godaku.
"Yaa sebut aja den, nanti mbak usahain kalo memang agak berat dikerjain.."Jawabnya.
"Walah..mbak..mbak..yaa sudah saya ambil uangnya sebentar, tapi janji yah dikembaliin secepatnya"aku berusaha menyudahi percakapan ini.
"Makasih den..makasih banget.."Jawabnya lega.
"Tapi emangnya den Agus tadi mau ngomong apa,mungkin mbak bisa bantu?"Lanjutnya.

Aku yg tengah berjalan menuju kamar terhenti, kali ini pikiranku sudah tidak terkontrol lagi, kalimat itu seperti akan meledak keluar dari mulutku.

Aku membalikan badan, menatapnya dengan seringai aneh.
"Mbak yakin mau nurutin apa aja kemauan saya?"Sergahku.
"Iya den, ngomong aja.."Jawabnya.

Dasar perempuan bodoh ujarku dalam hati.
" Saya kepengen mbak masuk ke kamar saya.."Kalimat selanjutnya seperti tercekat ditenggorokan.
"Terus Den?" Tanyanya penasaran.
" Mbak temenin saya tidur.."Ucapanku serasa melayang diudara, jantungku berdegup kencang.

Wajahnya sontak kaget dan bingung. Aku tau dia pasti akan bereaksi seperti itu, tapi salahnya sendiri. Aku sudah berusaha keras utk menahan diriku utk tidak berniat aneh pada dirinya tapi kesadaranku belum penuh utk melawan kegilaan ini.

"Maksudnya..maksudnya apa den..mbak kok jadi takut.."Wajahnya mulai memucat.
"Iya temenin saya di ranjang, saya lagi kepengen gituan dengan perempuan sekarang.."Jawabku, aku tau mukaku memerah.

"Mmm...tapi..tapi itu kan gak mungkin den.."Ujarnya dengan suara pelan.
"Mungkin aja kalo itu syaratnya mbak mau pinjem uang.."Jawabku .

Ruangan kembali sunyi, mbak Juminten tertunduk, menggenggam kedua tanganya dengan gelisah. Ada rasa sesal telah mengucapkan kalimat tadi, tapi sudah terlanjur. Aku sudah tidak mungkin menariknya, sekarang biar sisi gelapku yg bertindak.
"Gimana mbak?" Tanyaku sambil kembali duduk dikursiku.
"Tapi itu gak mungkin Den..gak mungkin..mbak bukan perempuan kaya gitu.." Jawabnya, suaranya kembali lirih.
"Hhhh..." Aku menghela nafas berat.

Mbak Juminten wajahnya kembali muram, matanya menatap ke luar pintu, kosong, sperti berpikir keras.
"Mbak gak nyangka kok aden bisa2nya minta yang kaya gitu..mbak ini sdh tua..gak pantes .."
Aku diam beberapa saat. Ada rasa amarah tanpa alasan bermain dipikiranku.
"Itulah laki2 mbak.." Hanya itu kalimat yg bisa meluncur dari mulutku.

Dia mungkin menyesal telah mengucap kata2 yg tadi memancing kenekatanku. Tapi situasinya sudah terjepit, wanita lain mungkin akan menghardiku dan segera pergi menjauh, sementara mbak Juminten tidak punya pilihan lain.

"Sekarang terserah mbak, saya tetep kasih uang yg mbak minta, kalo mbak mau menuhin kemauan saya okay, gak juga silahkan.."Jawabku pelan sambil melangkah ke kamar.

Aku kembali ke ruang tamu dengan sejumlah uang ditangan. Aku meletakanya pelan di atas meja kecil di depannya. Wajahnya masih terlihat tegang, dia hanya melirik sebentar ke arah meja kemudian kembali tenggelam dalam pikiranya.

Kami kembali sama2 membisu. Sesekali aku menatapnya, dia menyadari tengah diperhatikan olehku.

"Den...apa aden yakin ...?" Tiba2 dia berucap.
"Sebetulnya saya gak tega mbak, tapi entahlah..itu yg ada dalam otak saya sekarang..terserah mbak de.."Jawabku dengan tenang.

Matanya berkaca2 menatap langit2 ruangan, perasaanya pasti tertekan. Dia kembali terdiam.

"Hmmmm...baiklah Den..mbak gak tau lagi mo ngomong apa, atau harus kaya mana sekarang..kalo itu maunya aden..terserahlah..jujur aja mbak teh takut banget..mbak bukan prempuan gitu den..mbak memang janda..tapi bukan.."
"Sudahlah mbak, klo memang bersedia, skarang saya tunggu di kamar, kalo keberatan, silahkan ambil uangnya dan segera pulang.."Ujarku tegas, kemudian aku bangkit berdiri dan melangkah ke kamar.

Aku membaringkan tubuhku di kasur, trus terang aku pun dilanda ketakutan.Aku tengah dilanda gairah, tapi was2 dengan kemungkinan buruk yg bisa saja terjadi.

Butuh beberapa menit menunggu, pintu kamarku yg memang tidak terkunci perlahan2 bergerak terbuka. Mbak Juminten melangkah masuk sambil tertunduk, terlihat sangat kikuk.

Dia berdiri menatapku di samping ranjang, tatapanya penuh arti. Well, kalo saja aku tidak terlanjur berpikiran mesum mungkin aku segera berlari keluar kamar, aku merasakan takut yg sama seperti yg dirasa mbak Juminten.

Tapi aku berusaha tenang, aku bangkit dan duduk di pinggir kasur.
"Mbak yakin mau ngelakuin ini"?tanyaku.
"Hhh..sekarang smuanya terserah aden aja.."Jawabnya pasrah.

Aku menatapnya lekat2, pandanganku menelusuri seluruh tubuhnya, seperti ingin menelannya hidup2.

Tangan kananku meraih jemari kiri tanganya. Aku memegangnya pelan, jemari itu terasa dingin dan gemetar.

Memang sudah harus kejadianya seperti ini, apa lagi yg aku tunggu ujarku dalam hati. Makin cepat makin baik, setan itu membisiki bertubi2.

Aku menarik tangan itu agar tubuhnya mendekat. Niatku sebelumnya ingin memeluknya terlebih dahulu, tapi nafsuku sudah tidak tertahankan. Aku segera meneruskan dorongan tubuhnya yg limbung terhempas ke atas kasur.

Begitu dia terhenyak di sampingku, aku langsung menerkamnya, menghimpitnya dibawah tubuhku dan ciumanku langsung mendarat dibibirnya.

Aku tidak memberikanya waktu utk berpikir, aku melumat2 bibirnya, menciumi dengan kasar lehernya dan trus bergerak menjelajahi bagian dadanya.

Nafasnya tersengal, wajah itu masih terkaget2 dengan apa yg sedang aku lakukan. Jemariku segera beraksi, aku menjamah bongkahan pahanya dibawahku, daster itu telah tersingkap ke atas.

Aku seperti kesetanan menciumi pahanya yg besar, mengecup berkali2 selangkanganya dan jemari tanganku yg lain langsung meremas buah dadanya. Gerakanku cepat terburu nafsu.

Sebentar saja seluruh tubuhnya telah ku jamah. Aku masih menciuminya membabi buta. Tak lama kemudian aku bergerak cepat membuka lepas pakaianya.

"Den..jangan den..sudaah.." Serunya ketika aku kembali menciuminya,hanya hanya bra dan celana dalamnya yg tersisa menutupi tubuhnya. Seraya kedua tanganya berusaha mendorong tubuhku.

Aku tidak memperdulikan perlawananya. Aku menduduki perutnya sambil kedua tanganku bergerak melepas bajuku.

Nafasku memburu, yg keluar dari mulutku hanyalah desahan penuh nafsu angkara murka. Wanita ini makin ketakutan melihatku.

Kemudian aku bangkit berdiri di atasnya. Kedua tanganku bergerak cepat melepas celana pendek dan celana dalamku. Mbak Juminten menangis.

Aku tidak perduli lagi, kejantananku telah berdiri mengacung di atasnya, mbak Juminten makin panik melihatku. Jemariku bergerak2 mengocok2 cepat batang penisku sehingga semakin keras berdiri, matanya terpejam basah.

"Den..sudahlah den...jangan..sudahlah..mbak gak jadi pinjem uang..sudaaah.."Jeritnya ketika aku kembali menduduki perutnya. Dia berusaha meronta tapi kedua tanganku dengan kuat menahan tanganya pada kedua sisi bantal.

"Sudah telat mbak" Suaraku bergetar menghardiknya.

Aku memaksa kedua paha sekel itu terbuka, dia masih berusaha menutupnya rapat. Kami bergumul beberapa saat, begitu ada celah aku segera menekan kuat selangkanganku di dalam jepitan pinggul mbak Juminten.

Dengan gerakan kasar aku menarik ke samping paha kirinya. Tanganku langsung bergerak menuntun penisku ke arah vaginanya.

Aku sempat salah memposisikanya, dorongan penisku menggesek keluar di atas permukaan kemaluanya. Pada percobaan kedua kepala penis itu langsung menusuk masuk.

Mbak Juminten menjerit terperikan oleh rasa sakit..Wajahnya meringis,matanya menyipit menahan perih diselangkanganya. Dia sangat terkejut ketika benda itu menerobos masuk.

"Ahhh...shhh...oohhh.." Desahku,terasa nikmat menjalar melalui kejantananku hingga naik ke otak, aku seperti terbakar. Melihat kemaluan mbak Juminten yg berbulu lebat membuatku makin bernafsu. Tubuh kami masih terdiam kaku beberapa saat.

Aku sedikit menarik penisku dan menusuknya kembali di dalam, mbak Juminten kembali tersedak,urat lehernya menegang, matanya menatap ke arah selangkangan, lelehan air mata itu masih mengalir dipipinya.

Aku kembali mengulanginya, kali ini aku mendorongnya lebih keras. Mbak Juminten makin menjadi tangisnya.
"Ouhh..huuhuu..huhuu..deen..sudah denn...sudaaah.." Rintihnya sambil memegang bahuku keras.

....Selanjutnya aku lupa diri, aku meliuk2 menyodok selangkanganya. Penuh tenaga, makin lama makin cepat gerakanku. Bunyi derit ranjang kayu itu menambah seru suasana.

Wanita ini memiliki tubuh yg cukup menawan. Meski sudah berumur tapi kulitnya masih kencang, bokongnya tebal dan bahenol. Pahanya yg besar itu mulus meski tidak putih, melingkari pinggulku.

Aku beringas menghempas2 tubuhnya di bawahku. Mbak Juminten telah berhenti menangis, matanya terpejam, hanya terdengar suara nafasnya yg terputus2, buah dadanya bergoyang2 mengikuti gerakanku. Wanita ini sudah pasrah dengan apa yg tengah terjadi.

Bahkan ketika aku merubah posisi, mengangkat kedua pahanya ke atas, menahanya tergantung di udara dengan kedua lenganku,kembali penisku terbenam,mbak Juminten hanya diam. Hujamanku makin bebas dan dalam menjajah vaginanya yg terkuak lebar.
".. Plok..plok..plok.." Suara gesekan selangkangan itu terdengar jelas ditelingaku.

Kemaluan mbak Juminten yg basah makin menghangatkan batang penisku di dalam. Sesaat lagi aku sudah tidak kuat menahan desakan, aku seperti kesetanan menggenjotnya. Mbak Juminten seperti mengerti apa yg akan segera terjadi.

"Den..tolong.. jgn keluarin di dalem den..tolongg..." Serunya memohon dengan suara gemetar.

Aku tidak menjawab, aku tengah fokus ingin menuntaskan aksiku. Sedikit lagi akan sampai.

Mbak Juminten memekik menyebut namaku saat tusukanku tiba2 berhenti, tubuhku tengah meregang.
"Deenn..cabut deen..." Serunya panik sambil menekan perutku ke belakang.

Aliran sperma itu bergerak naik mendekati pangkal penisku, jemariku telah kuat mencengkram sprei. Beruntung aku masih sempat menarik batang penisku keluar dan tepat sedetik kemudian semprotan pertamanya melompat keluar.
"Ahhhhh...sshhhhhh...mbaaak...aduuhhhh....." Jeritku panik.

Belasan kali cairan hangat itu menghantam sebagian perut mbak Juminten. Aku terpapar kenikmatan luar biasa, mataku terpejam beberapa saat hingga akhirnya semuanya usai.

Mbak Juminten melihat proses akhir tadi dengan seksama, dia memperhatikan wajahku yg meregang, matanya was2 melihat penisku memuntahkan cairan kental itu membaluri perutnya.

"Sudah den..sudah puas ?" Ujarnya beberapa saat ketika aku masih tersengal diam di atasnya, air mata itu kembali mengalir dari pinggir pipinya.Kalimat itu serasa menamparku.

Rasa penyesalan perlahan2 merayap . My gosh, aku baru saja menodai perempuan ini. Bagaimana mungkin hingga aku bisa sebejat itu.

"Maafin saya mbak..saya bener2 khilaf.." Jawabku bingung.
Aku beringsut mundur, memungut seluruh pakaianku, melangkah ke kamar dan meninggalkanya terbaring di ranjang.

Aku melepas kekalutan pikiranku dengan menghisap sebatang rokok di ruang tamu. Mudah2an mbak Juminten tidak memperkarakanku, menganggapnya selesai hanya di sini. Aku menepuk2 keningku menyesali kebodohanku.

Mbak Juminten keluar kamar beberapa menit kemudian. Matanya sembab, dia duduk di kursi di sampingku, tanpa bicara. Suasana hening, aku tidak berani menatapnya atau memulai pembicaraan.

"Ini uangnya saya ambil den, nanti diusahain dikembaliin kok.." Ujarnya pelan, suaranya berat,hidungnya seperti tersumbat cairan.
"Iya mbak, gak usah dipikirin soal kembalianya..dan..maaf soal yg tadi.."Jawabku tanpa menoleh kepadanya.
"Gak papa den..gak papa.."Jawabnya, tangisnya kembali pecah sedetik kemudian, bahunya terguncang2, aku hanya bisa terdiam.

"Sekali lagi maaf mbak.."

Dia mengangguk pelan sambil menunduk,tetes2 air mata itu masih berjatuhan dipangkuanya. Aku meraih uang itu, melipatnya,kemudian memasukanya ke dalam kantung dasternya.

Jemariku menyentuh pangkal tangannya, menepuknya pelan kemudian tanpa bicara aku melangkah masuk ke kamar sambil menutup pintu. Aku tidak sanggup lagi melihat wanita itu menangis. Aku terbaring,penat terasa, pinggangku nyeri.

Aku melihat Jam di dinding, pukul 2 siang, aku mungkin telah tertidur lebih dari 2 jam. Perutku sangat lapar, aku melangkah keluar kamar. Mbak Juminten mungkin telah lama pulang. Aku kembali didera pikiran buruk. Dendamkah dia padaku, bisa saja tiba2 orang sekampung muncul mendatangiku dengan tuduhan cabul atas laporan darinya. Hhhh..sudah terjadi, yg nanti urusan nanti.

Aku pergi kerja agak telat keesokan harinya, aku sengaja menunggu mbak Juminten datang, memastikan bahwa kekawatiranku tidak terjadi. Jam 8 mbak Juminten tiba, perasaanku tidak karuan ketika dia membuka pintu depan.

"Loh belum kerja den?" Tanyanya, wajah itu terlihat datar, malah ada senyuman kecil menghias bibirnya.
"Ini dah mau jalan mbak, sengaja nunggu mbak dateng.."Jawabku berusaha tenang.
"Hehe..kenapa, takut saya gak bakal dateng lagi ya?" Tertawanya membuatku lega.
"Iya mbak..takut aja, ...mm.."
"Mm.. Apa den..?" Lanjutnya sambil masih berdiri di depanku.
"Maaf yg kmaren mbak..."Jawabku.
".....ya ndak papa den...mmm..yo wis..lupain aja.." Serunya, dia melangkah ke dapur tanpa menunggu reaksiku selanjutnya.

Yah sudahlah, yg jelas tidak akan ada masalah, dia sudah menerima perlakuanku kemarin. Aku segera berlalu menuju kantor.

Hari2 selanjutnya berlangsung normal, kami hanya bertemu di akhir pekan, tidak ada bahasan lagi soal peristiwa itu. Mbak Juminten tetap melakukan pekerjaanya dengan baik. Kami hanya sesekali mengobrol basa basi.

Satu bulan berlalu, aku mulai melupakan peristiwa itu. Kerjaanku makin banyak mendekati akhir tahun. Aku juga makin sering menghabiskan waktu di luar bersama teman2 di akhir pekan.

Hingga pada suatu pagi di hari sabtu aku terbangun dan terjebak dalam lamunan tentang mbak Juminten. Malam itu aku mimpi erotis, dengan mbak Juminten, cairan sperma itu sebagian telah mengering memenuhi celana dalamku.
Dalam mimpi itu aku menggauli mbak Juminten dari belakang, bongkahan pantat itu terpapar jelas dalam penglihatanku. Damn it, kenapa hal ini kembali menggangguku.

Jam 9 pagi, wanita itu telah datang seperti biasanya. Aku baru saja selesai mandi dan tengah bersiap utk sarapan.
" Dah sarapan mbak? Ayo ini saya tadi beli dua bungkus nasi uduknya, satu utk mbak.." ujarku sambil tersenyum ramah.
"Makasih den..nanti aja, mbak mau beres2 cucian pakaian dulu.." Jawabnya.
"Santai aja dulu..temenin saya sarapan dulu.." Ntah kenapa pagi itu aku agresif.
"Nggih den, sebentar ambil piring dan sendok dulu.." Jawabnya seraya melangkah ke dapur.

Aku melihat tubuhnya dari belakang, rok merah sepanjang bawah betis itu cukup jelas mencetak lekukan pinggul, pantat dan pahanya. My gosh, darahku berdesir, mimpi semalam membuat hayalanku makin parah.

Otaku segera bereaksi, mencari jalan pintas, berandai2 seandainya hari ini aku kembali bisa memperdayainya. Aku segera menepis pikiran buruk itu.

Mbak Juminten telah kembali, duduk bersebrangan di depanku dan telah bersiap utk makan.

"Gimana kabar orang rumah mbak, sehat semua?" Tanyaku basa basi.
"Sehat den..." Jawabnya santai.
"Anaknya kapan mulai sekolah mbak, taun depan?"
"Iya den, rencana taun depan..mdh2an rejekinya lancar.."
"Yaa selagi saya di sini tetep aja kerja di sini mbak..klo mbak mau tambahan, mungkin coba mulai masak katering utk anak2 sini, kemaren ada obrolan kita di sini soal itu. Pada bosen katanya makan masakan luar, lebih boros juga..." Lanjutku.
"Wahh bagus tu den..tapi perlu modal, ibu mertua saya pinter masak.."Jawabnya semangat.
"Gampang soal modal, nanti saya pinjemin..klo mau mulai depan mbak..nanti saya tawarin temen2 saya.."
"Gak enak klo dipinjemin melulu, kasian den Agus.." Jawabnya.
"Yaa klo utk bisnis kenapa gak mbak, sama2 bantu..saya jg nanti minta harga diskon dong..hehe.." Jawabku.
"Hehe..untuk den Agus gratis aja..lha uangnya kan dari aden jg.."
"Yaa gak boleh gitu mbak, bisnis tetep bisnis.."Jawabku.
"Duh saya makin banyak utang budi dong den.."Lanjutnya.
"Jgn berpikir gitu..saling bantu wajar aja mbak.."
"Yo wis, nanti tak bilangin sama ibu mertua, dia pasti seneng.."
"Iya mdh2an jalan mbak..semangat yg penting.."Jawabku.

Obrolan pagi itu terasa menyenangkan, spertinya dia benar2 melupakan kejahatanku waktu itu. Aku merasa lega, walau dalam hati aku menginginkan kehangatanya lagi. Pasti nanti ada jalannya, sabar aja, setan itu kembali membisiki.

Minggu pagi, keesokan harinya, mbak Juminten datang membawa anak perempuanya ke rumah.
"Maaf yaa den, si Rini saya bawa, mbahnya td pagi dijemput ipar saya ke Solo, mau ada acara kawinan sodaranya."
"Yaa gak papa mbak, biar dia bisa maen di sini, hei pa kabar cantik.." Seruku sambil tersenyum ramah kepada anaknya.
Bocah itu tersipu dan bersembunyi dibalik kaki ibunya.
"Saya mau jalan dulu ya mbak, ada acara kawinan anak kantor..siang baru pulang.."
"Nggih den....monggo.." Jawabnya.

Aku segera berlalu, mbak Juminten terlihat manis pagi ini, rambutnya terurai ikal menjuntai ke bahu. Paduan kaos biru dan celana jeans ketatnya itu membuatnya terlihat lebih muda. Well..well..well..kapan kita bisa bisa berdua di kamar lagi mbak, ucapku dalam hati.

Hujan turun dengan lebatnya sesampainya aku kembali di rumah. Sebagian kemeja dan celanaku telah basah kuyup.
"Waah keujanan den..ini dipake handuknya dulu, nanti mbak bikinin aer panas.."Serunya ketika membuka pintu.

"Makasih mbak.." Aku langsung berlalu ke kamar, mengelap kepala dan tubuhku dengan handuk dan mengganti pakaian.
"Rini kemana mbak, kok sepi.." Ujarku ketika duduk diruang tamu.
" Barusan tidur di kamar belakang den..sudah kenyang tidur dia..wah..kenceng ya anginya.."Jawabnnya.
"Iya mbak, sudah lama jg gak ujan.."

"Ini mbak bikinin teh anget pake jahe den..diminum.." Lanjutnya.
" mantep nih..makasih mbak.."Jawabku sambil menerima cangkir dari tanganya.

Teh itu tidak terlalu lama mengepul, udara dingin perkebunan ini membuatnya segera tidak begitu panas lagi. Udara diluar gelap seperi senja. Angin menerpa atap seng,menimbulkan suara berisik.

"Masih sibuk mbak, santai aja dulu duduk2 di sini.."Ujarku melihatnya mondar mandir.
"Iya den, sebentar mau mindahin air panas ke termos.."Jawabnya.

Tak lama dia menghampiriku dengan membawa sepiring biskuit dan teh utk dirinya. Kami belum memulai obrolan. Aku masih sibuk membalas sms teman2ku.

"Mbak gimana kabarnya, urusan yg dulu itu sudah selesai.." Ujarku memulai pembicaraan.
Dia sedikit terusik dengan pertanyaanku.
"Sudah den..mbak sudah kapok gak mau lagi maen gituan..gak ada gunanya.."Jawabnya.
"Hehe..iya mbak, ngapain jg..dikerjain bandar aja kalo togel sih.."Jawabku tersenyum.
"Uangnya nanti pelan2 mbak angsur yaa den..maaf.."Lanjutnya.
"Gak papa mbak, santai aja, nanti klo kateringnya lancar mbak bisa dapet tambahan..tenang aja.." Jawabku.
"Makasih den.."

Kami kembali terdiam. Tiba2 aku tergelitik utk bertanya tentang peristiwa dulu itu. Sedikit ragu jika itu membuatnya tidak nyaman tapi kalimat itu mengalir tanpa bisa kutahan.
"Mbak..maaf boleh saya nanya.."
"Boleh den..mo nanya apa.."Jawabnya.
"Yg kemaren itu..mbak gak marah dengan saya ?" Lanjutku.
Dia terdiam beberapa saat,aura wajahnya berubah.
"Mmm..mbak ikhlas kok den..salah mbak juga..sudahlah gak papa.."jawabnya pelan sambil mengalihkan pandangan ke arah jendela.
"Boleh nanya lagi mbak.." Lanjutku.
"Monggo den.."
"Apa yg mbak rasa waktu itu,..mm..waktu di kamar.." kalimatku makin menjebak.
"....mmmm...gimana ya..gak tau den.."Jawabnya, wajahnya terlihat canggung.
" Sakit..atau jijik mbak.."
"Jijik kenapa..sakit sih iya.." Jawabnya pelan.
"..aden kok bisa begitu waktu itu..mbak ini jauh lebih tua..kok bisa.." Lanjutnya.
" ..nafsu laki2 mbak..liar..kadang gak bisa kontrol.."Jawabku.
"Soal tua sih gak jadi soal..jujur aja, mbak masih menarik kok.."Lanjutku makin berani.
"Menarik apanya..aden masih muda..cari pacar yang muda, cantik..gak susah.."Jawabnya.
"...well..saya masih belum tertarik utk pacaran lagi mbak.."
" Apa yg aden pikir semenjak kejadian itu soal mbak.."Tanyanya kembali.
" Maksudnya..?"
"Yaa apa aden pikir mbak ini jadi perempuan gimanaa gitu di pandangan den agus.."
"Saya nyesel sesudahnya mbak, gak tega bikin mbak gitu..yaa selanjutnya saya masih respek kok sama mbak.."Jawabku.
"..mbak juga nyesel.."
" tapi kalo boleh jujur..maaf yaaa mbak.."
"Apa den..ngomong aja.."Jawabnya penasaran.
".. Saya pengen ngulangin lagi..saya tau itu gak mungkin..maaf yaa mbak.."Suaraku sedikit bergetar, jantungku berdetak cepat.
"....mmm...apa yg aden cari..mbak seperti ini, perempuan kampung, gak cantik..dah tua lagi.." Wajahnya lekat2 menatapku.
" ..masih tetep menarik kok mbak..saya masih suka inget2 kejadian itu.."Jawabku.

Mbak Juminten tersenyum tipis, aku penasaran apa yg ada dalam pikiranya.
"Apa yg aden inget waktu kejadian itu.." Ujarnya.
"Yaa indah mbak..malem sabtu kemaren saya sempet mimpiin mbak gituan sama saya..sorry.."Jawabku.
"hehe..aden masih muda, wajar kalo pikiran ke arah itunya masih kuat, jadi.."
"Sekarang jg lagi mikirin itu mbak.."Aku memotong kalimatnya.
"..hmm...yaaa mbak berat hati utk begitu lg ..takut den.."Jawabnya.
"Kalo saya minta tolong supaya mbak gak takut lagi gimana.."Responku mencecar pikiranya.
"Yaaaa..gimana den..gak usah de..yg sudah yaa sudah.."Jawabnya.

Aku paham dia tengah dilanda kebingungan, di satu sisi dia segan menepis godaanku, di sisi lain dia tidak ingin terjerembab dalam perzinahan bersamaku lagi.

Aku menggeserkan dudukku mendekat. Tanganku memegang jemari tanganya. Wanita ini terkesiap dgn kenekatanku.
"Mbak..gak perlu takut..mbak bisa minta apa aja dari saya.." Ujarku sambil menatap kedua matanya lekat2.
" Jangan den..dosa...."Jawabnya ketakutan.

Tapi dia sudah terlambat, ciuman bibirku telah mendarat di bibirnya. Aku memagut2 bibir itu pelan.

Wajahnya pucat pasi..antara kaget dan bingung dengan apa yg dia tengah rasa. Aku kembali menciumi wajahnya, bibir kami kembali bertemu, tanganku telah melingkar dengan manis di lehernya.

Dia hanya terdiam..tanpa reaksi. Tidak ada penolakan, aku makin berani merapatkan tubuhku. Kali ini tidak hanya bibir dan sekitar wajahnya, ciumanku mendarat di leher dan belakang telinganya. Mbak Juminten bergidik, tubuhnya merinding.

Mendung semakin gelap diluar, petir sesekali menggelegar diiringi deru angin kencang. Aku berdiri, kedua tanganku menggapai tanganya, menariknya keatas kemudian membawanya melangkah mengikutiku, ke arah kamar...

Mbak Juminten sama sekali tidak bereaksi, dia kikuk mengikuti langkahku. Wajahnya takut2 melihatku ketika pintu kamar itu tertutup rapat.
Ruangan kamar cukup gelap, hanya sebagian tubuh atas kami yg terlihat jelas. Tidak perlu lagi berkata2, segera tuntaskan apa yg ada dalam hati.

Aku membimbingnya utk berbaring diranjang. Wajahnya menatapiku tanpa henti,menanti kejutan2 selanjutnya. Aku kembali menciumi bibir itu, tidak ada balasan berarti darinya. Seluruh leher dan bagian dadanya yg tertutup kaos itu habis ku kecup. Nafas mbak Juminten terdengar menderu.

Tidak perlu lagi basa basi, aku segera melepas habis pakaian yg dikenakanya. Hanya tertinggal bra dan celana dalam lusuh itu menutupi. Tubuhku pun telah hampir telanjang, pakaianku berserakan di lantai. Aku langsung menindih tubuhnya.

Mbak Juminten mendesah, jantungnya terdengar cepat berdetak di telingaku, mulutku tengah puas mencium dan menggigit2 payudaranya yg lumayan besar.

Kulit kami saling menempel, bulu2 diperutku mungkin membuatnya makin merinding. Tanganku telah kesana kemari meraba tubuhnya, jemariku lincah menggosok2 sekitar selangkanganya.

Penisku telah sedari tadi diruang tamu mengacung keras, diranjang ini dia semakin garang menempel dan kadang2 menggesek tepat ditengah2 selangkangan mbak Juminten. Dia makin terbuai oleh rangsangan dariku. Wanita ini siap sedia untuku hari ini, aku sangat beruntung.

Akhirnya kami sudah sama2 siap tempur. Vaginya sudah terkuak lebar dan basah. Permainan lidahku tadi di situ telah membuatnya tanpa sungkan2 merintih dan mencengkram erat kepalaku.

Pahanya terkulai lebar ke samping, aku sudah bersiap menusuk. Sedikit demi sedikit batang itu terbenam diiringi dengan rintihan mbak juminten dan desis yg keluar dari mulutku. Kami berpelukan erat ketika penis itu telah berhasil menyentuh dasar vaginanya. Oh my gosh, nikmat sekali.

Kami kembali berpagutan, pelan2 aku menarik ulur selangkanganku. Mbak Juminten hingga memeluk pantatku merasakan sensasi itu.

"Nikmatilah mbak,nikmati yg sudah lama tidak kau rasakan. Usiaku memang terlalu muda untukmu, tapi aku sanggup memberimu kepuasan," ujarku dalam hati.

Aku ingin menikmati moment ini lebih lama, aku mengaduk2 kewanitaanya perlahan dan lembut. Suasana begitu romantis.
"Uhh..uhh..shhh..hhhh..." Mbak Juminten mendesah setiap kali aku menusuk selangkanganya. Tanganya lembut memeluk punggungku.

Kami terus berpagutan, pantatku meliuk2 menghantam. Makin lama gerakanku makin cepat. Tenagaku seperti tidak habis membawanya pada kenikmatan. Mungkin lebih dari 15 menit berlangsung, mbak Juminten mulai kewalahan. Jepitan pahanya makin kuat sementara pantatnya tidak henti bergerak ke atas menyambut penisku, nafasnya sudah tersengal. Mungkin tidak lama lagi mbak Juminten mencapai klimaks.

"Buuuk..ibuuuk..di manaaa...rini pengen pipis.." Tiba2 suara anaknya terdengar nyaring di depan pintu kamar.

Kami yg tengah melambung terkesiap kaget dan melepas pelukan. Sekejap saja kami telah berdiri, saling bertatapan dalam kebingungan.
"Buuk...ibuuuk.."Lanjut bocah itu.

Damn it..aku menyumpah dalam hati.
"Iya sebentar naaaak..pipis aja di dapur..ada kamar mandi di situ..ibu lagi beresin kamar..sebentar lagi keluar.." Jawab mbak Juminten panik berusaha memungut pakaianya yg berserakan di kasur.

"Iya buk.." Jawab bocah itu.
"Nanti baring aja lagi di kamar, ibu nanti nyusul.."Jawabnya sambil berusaha meraih celana dalamnya.

Aku menahan tanganya, "biar aja mbak..tanggung sebentar lagi.." Ujarku.
"Jangan..nanti dia curiga.." Jawabnya menepis tanganku.
"Nggak..sebentar lagi..tenang aja.."Seruku.
"Jangan Den.." Jawabnya, tapi kalimat itu terpotong.

Aku menarik tubuhnya, nafsuku sudah memuncak. Aku mendorong tubuh telanjangnya menghadap meja kecil di hadapan kami. Dengan sekali kibasan seluruh benda2 kecil di atasnya berlompatan jatuh ke lantai dengan suara yg berisik.

"Den..nanti den...sabar.." Jawabnya kebingungan.

Aku tidak memperdulikan ucapanya. Tubuhnya ku dorong merapat ke pinggir meja, kedua kakinya aku paksa untuk melebar, pantatnya aku tarik ke belakang. Posisi mbak Juminten sudah menungging di depanku, belahan pantat itu mempertontonkan lubang anusnya.

Aku menjadi kian brutal, pantat besar dan bahenol itu ku angkat, bagian vagina dan rambut2 halus itu terpampang didepan selangkanganku. Penisku langsung mendekat, langsung menghujam masuk. Pemandangan dibawaku membuatku makin bernafsu.Batang penis itu perlahan menghilang diantara bongkahan pantatnya.

O gosh..nikmat sekali, aku mendesis2 menahan geli. Segera saja tubuhku menyodok2 dengan kuat. Tubuh mbak Juminten maju mundur terpapar seranganku. Sebentar saja dia kembali merintih.

Permainan kami berlangsung cepat, kekagetan tadi itu menambah selera, bunyi gesekan kemaluan kami mengiringi. Mbak Juminten memutar2 pinggulnya berusaha segera meraih akhir perjuangan. Peniskupun sudah seperti ingin meledak.

Tubuhku semakin kuat menekannya kedepan, mbak Juminten gemulai memutar pantatnya kesana kemari, makin liar dan binal dan akhirnya dia meraih klimaks.

"Uhhhh...uhhh...dennn....aduuuhh..uuhh..huhhu..huh uuu..uuhh.." Jeritnya sambil terisak.

Kedua pahanya mengejang kaku,kepalanya hingga terbaring dipermukaan meja sambil terus merintih tiada henti. Cairan hangat kewanitaanya membasahi penisku di dalam.

Aku ingin segera merasakan hal yg sama, sodokanku makin cepat melabraknya.Beberapa kali ayunan akhirnya pantatku berhenti bergerak bersiap meregang, tanganku kuat mencengkram pinggulnya.
"Cabut den..cabut...jangan didalem.."Serunya panik.

Aku masih sempat menarik penisku keluar tepat ketika spermaku datang menerjang.
"Ahhhhh....mbakkk..oooh...shhh..ahhh..."Jeritk u ketika sperma itu menyemprot panas tepat diatas bongkahan pantat bahenol mbak Juminten.

Sebagian mendarat di dalam belahan pantatnya, mengalir turun menelusuri permukaan anusnya. Jari tangan mbak Juminten menyelusup dibagian situ, menahan aliran sperma itu mendekati vaginanya dan menyekanya dengan cepat.

Kami terkesima dengan nafas tersengal. Nikmat masih menjalari benak kami dalam bisu. Akhirnya permainan ini usai.

Aku terduduk lemas di pinggir ranjang menatap mbak Juminten yg masih berdiri dari belakang, badanya limbung memegang pinggiran meja. Cairan sperma itu berkilauan pada bagian pantatnya. Juga terlihat cairan putih kental dari dalam vaginanya yg tertahan bulu lebat kemaluan mbak Juminten.

Hujan telah reda ketika kami duduk di ruang tamu. Bocah kecil itu tengah serius menonton tivi di belakang kami. Dia tidak menyadari bahwa ibunya baru saja telah bertarung hebat di kamar bersamaku.

Mata kami yg hanya berbicara saat itu, apa yg sudah terjadi tadi membungkam kami tenggelam dalam pikiran masing2.

Semenjak hari itu hubungan kami berada dalam suasana yg baru. Usaha katering yg kujanjikan berjalan sukes, tarah hidup mbak Juminten meningkat lebih baik.

Hingga hari ini mbak Juminten masih menemani gairah mudaku yg tak kenal batas. Ada terbersit dalam hati untuk menikahinya suatu hari nanti, biarlah waktu yg menentukan akhirnya. Udara dingin perkebunan teh ini membuat kami terus larut.